No Feedback, No Party!

3 Januari 2025 oleh
No Feedback, No Party!
Business Growth
| Belum ada komentar

“Who says what in which channel to whom with what effect” Harold D. Lasswell (1948)

Sebuah teori komunikasi massa yang dicetuskan Lasswell ini saya rasa efektif digunakan untuk mendapatkan feedback pada komunikasi massa di internal organisasi perusahaan.

Implementasi dari konsep komunikasi ini bisa diambil contoh dimana ketika seorang atasan atau rekan kerja misalnya memberikan suatu arahan untuk tim atau seluruh karyawan melalui media email, grup chat atau bahkan tatap muka dalam sebuah forum kemudian mendapatkan timbal balik berupa pesan balasan atau tindakan pasti sesuai ekspektasi si komunikator.

Dalam berorganisasi maupun perusahaan atau bahkan dalam keseharian kerap kali kita melakukan komunikasi dalam media yang berbagai macam bentuknya, komunikasi yang terjadi semestinya akan mendapatkan timbal balik baik secara verbal maupun nonverbal karena itulah tujuan komunikasi selain syarat pesan yang disampaikan dapat dipahami satu sama lain juga untuk mendapat timbal balik atau feedback.

Dinamika bekerja dalam sebuah perusahaan sangat wajar jika terdapat beberapa bahkan banyak permasalahan yang salah satunya didapat dari feedback karyawan, namun jika permasalahan timbul hanya sekedar dari pemaknaan atau persepsi saja bagaimana?.

Maka sebelum “permasalahan” itu diatasi, diselesaikan atau dihilangkan kita semestinya memahami apa dasar permasalahan timbul dalam lingkup sosial antar karyawan. Dalam hal ini kita perlu melakukan identifikasi masalah sebelum terburu-buru mengatasi masalah yang sebetulnya masih bias.

Dalam teori sosial ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk memahami sebuah kondisi, pertama dengan Teori Fungsionalisme, teori cetusan August Comte ini berpendapat bahwa setiap orang dalam kumpulan organisasi atau dalam hal ini perusahaan memiliki perannya masing-masing dan saling kerjasama untuk sebuah capaian tertentu, jika salah satu orang tidak berfungsi sesuai perannya dia akan dianggap sebagai mala bencana sumber sebuah masalah terjadi.

Contohnya, seseorang yang mendadak melakukan kesalahan dalam tim karena dia belum terlalu memahami langkah yang harus dilakukan sehingga menghambat kinerja yang lainnya, dia akan dianggap sebagai sumber masalah padahal sangat memungkinkan dia mengalami hal tersebut karena tidak adanya sosialisasi yang disampaikan secara baik mengenai tahapan pekerjaan yang artinya tidak sertamerta timbul dari satu orang itu sendiri.

Kedua Teori Konflik, hasil pengaruh dari pemikiran Karl Marx ini menjelaskan mengenai sebuah masalah yang dipicu timbul dari tingkatan kasta, perbedaan gender bahkan etnik, ras dan budaya yang saling berbeda kemudian menghasilkan tujuan masing-masing sehingga timbul sebuah permasalahan antara masing-masingnya.

Dalam perusahaan memungkinkan persoalan gaya hidup di lingkungan kerja, cara pandang terhadap sebuah selera, perbedaan metode bekerja atau perbedaan nilai gaji misalnya menjadi kesenjangan sehingga ada keinginan untuk menjadi setara dengan yang lain atau bahkan ingin melebihi dan menimbulkan konflik. Dalam situasi berbeda bisa didapati juga seseorang yang berupaya menghindari situasi dengan cara mundur dari perusahaan.

Terakhir, permasalahan bisa terjadi akibat dari pemaknaan individu terhadap suatu situasi simbolik yang terdefinisi dalam kondisi tertentu akibat dari proses komunikasi yang disebut Teori Interaksionisme Simbolik buah pemikiran Goerge Herbert Mead.

Dalam konsep ini persepsi individu merupakan hal yang sangat penting karena suatu permasalahan bisa timbul akibat persepsi hasil dari interaksi antar individu, misal pemaknaan dari satu orang terhadap orang yang lain setelah berinteraksi akan membentuk kondisi dan perilaku orang tersebut, artinya dapat dikatakan bahwa permasalahan akan timbul di lingkungan sosial atau individu yang sejatinya tidak memiliki masalah ketika ada orang yang berinteraksi dan memberikan persepsi seakan terjadi masalah sehingga benar-benar menimbulkan masalah dalam lingkungan sosial atau pribadi seseorang.

Sebagai contoh, seorang karyawan akan malas bekerja karena dia pernah dianggap pemalas oleh teman kerjanya hanya karena dia terlihat tidur pulas pada jam kerja hanya di satu waktu. Dalam hal ini konsep diri sangat penting dalam membentuk perilaku, komunikasi intrapersonal akan berpengaruh untuk memahami pemaknaan orang lain terhadap diri sebagai kontrol untuk tetap lebih baik dan tidak terpengaruh persepsi negatif dari lingkungan.

Pada intinya pelabelan terhadap suatu kondisi yang dikatakan bermasalah sehingga terjadi konstruksi sosial, akan berpengaruh terhadap kondisi di dalamnya sehingga selanjutnya hal tersebut akan dianggap sebagai hal wajar jika telah melalui konstruksi persepsi sebelumnya. Setelah mencermati beberapa point tersebut, sebaiknya kita coba membuka komunikasi terlebih dahulu untuk mendefinisikan dan mencari tahu, bertabayyun untuk memahami sumber masalah yang terjadi sebelum kita ingin mendapatkan timbal balik atau menunggu feedback sedangkan akar dari permasalahan belum terdefinisi.

Menurut saya, Lasswell menjelaskan dengan baik mengenai komunikasi massa tentang “Siapa mengatakan apa, melalui media apa, kepada siapa, dan apa timbal baliknya”. Proses komunikasi massa terjadi ketika saya dan pembaca tulisan ini saling memahami dan saling tahu tentang apa yang sedang saya sampaikan dalam sebuah media massa berupa blog kepada pembaca untuk kemudian mendapatkan feedback dalam kolom komentar atau setidaknya claps.

Semoga bermanfaat :)

Masuk untuk meninggalkan komentar